Korban Berjatuhan, Klitih Jogja Mengalami Pergeseran Makna?

Peristiwa atas meninggalnya seorang pelajar SMA pada tanggal 3 April 2022 lalu ramai menjadi bahan perbincangan warganet. Hingga akhirnya, topik mengenai klitih Jogja adalah pertanyaan yang paling banyak dicari di internet.

Pasalnya, kasus di atas bukanlah tragedi pertama yang terjadi di seputaran Jogja, sehingga memicu kekhawatiran tersendiri. Bukan hanya pada warga sekitar, tetapi juga orang tua yang anaknya melanjutkan pendidikan di Kota Pelajar ini.

Definisi dan Asal Usul Klitih Jogja

Selain itu, muncul problematika lagi, yakni pergeseran makna istilah “klitih” zaman dulu dengan pemakaiannya kini. Lantas, sebenarnya apa arti klitih yang menjadi perbincangan hangat tersebut?

Apa Itu “Klithih”?

Menurut Arie Sujito, sosiolog UGM mengatakan, bahwa klitih adalah kegiatan atau aktivitas keluar rumah pada malam hari. Klitih ini memang berasal dari bahasa Jawa yang kurang lebih mirip dengan keluyuran atau kelayapan.

Adapun tujuan klitih hanyalah untuk mencari angin segar, mengusir, penat, maupun mengisi waktu luang. Misalnya, karena tidak bisa tidur dan merasa bosan, seseorang memutuskan untuk nglitih.

Hal tersebut selaras dengan pernyataan Pranowo (Guru Besar Univ. Sanata Dharma), bahwa klitih berasal dari kata ulang “klitah-klitih”. Istilah tersebut termasuk kategori kata ulang yang berubah bunyi atau dwilangga salin suara.

Apabila dilihat dari definisi tersebut, maka klitih yang sebenarnya tidak mengandung makna negatif dan tidak merugikan. Sebab, aktivitas tersebut tidak melibatkan siapapun, hanya pelaku sendiri.

Begitu juga dengan cara daftar subsidi listrik di aplikasi peduli kementrian ESDM yang bisa dilakukan sendiri dari rumah. Selain melakukan pendaftaran, di dalam aplikasi ini juga terdapat banyak fitur yang bermanfaat untuk masyarakat.

Pergeseran Makna Klitih Jogja

Saat ini kejahatan dan kriminalitas semakin menjamur di mana-mana dan pelakunya adalah anak muda atau bahkan pelajar. Bukan hanya melakukan kekerasan fisik semata, tetapi juga tidak segan-segan menghilangkan nyawa seseorang.

Mirisnya, pelaku tidak pilah-pilih target, sehingga korban belum tentu orang yang dikenal. Menurut beberapa pengakuan, tindakan tersebut tidak murni karena ingin melukai atau mengambil harta korban.

Namun, hanya sebuah ujian untuk bisa bergabung dengan salah satu klub tertentu. Mereka akan resmi menjadi anggota, apabila berhasil melakukan penyerangan dan menaklukkan lawan.

Meski demikian, lawan yang mereka tuju bukanlah perempuan, orang tua, maupun orang yang berboncengan. Maka dari itu, kebanyakan korban adalah pria yang sedang mengendarai motor sendirian.

Dari sinilah asal mula pergeseran makna klitih Jogja terjadi menjadi suatu aktivitas yang negatif. Tepatnya, setelah peristiwa pembacokan oleh orang tak asing marak terjadi sejak tahun 2011.

Meski sempat redup pada tahun 2013, klitih kembali booming setelah banyak korban berjatuhan. Adapun penyebutan klitih ini tidak terlepas dari waktu kejadian yang memang mayoritas terjadi pada malam hari. 

Langkah Pencegahan

Kasus klitih yang sudah sering terjadi ini memperoleh perhatian serius dari pemimpin daerah, yakni Gubernur Sri Sultan Hamengkubuwono X. Beliau meminta para bupati atau walikota untuk segera melaksanakan upaya pencegahan, dengan cara:

  • Melakukan sosialisasi dengan melibatkan para tokoh agama, masyarakat, hingga karang taruna
  • Menginisiasi kegiatan positif serta bermanfaat bagi para remaja
  • Mengaktifkan gerakan patroli lingkungan bersama dengan linmas maupun warga sekitar
  • Monitoring pergerakan massa yang masih melakukan aktivitas hingga tengah malam

Baca juga cara mengganti user dan password BRImo dari rumah

Kesimpulan

Mau tidak mau, pergeseran makna sudah terjadi. Saat ini klitih Jogja adalah tindak kekerasan atau kriminalitas yang perlu diberantas. Tentu tidak bisa sendiri, perlu kerjasama antara pihak yang berwenang dan warga, agar klitih tak lagi menelan korban.